Akhirnya impianku, Dea dan Oca
menjadi kenyataan. Perlahan tapi pasti semuanya kami lalui. Dari pemotretan, pembuatan
video klip, menjadi bintang iklan sampai konferensi pers dan jumpa fans. Impianku
mendengar jeritan fanster heroik menjadi kenyataan. Dan video kami laris
di you tube.
PURE menjadi anak emas bagi Indonesia Record.
“ Selamat CD kalian telah menjadi
CD terlaris saat ini. “ kata Pak Nizar Dirut Indonesia Record.
tepukan tangan menggema di ruang
latihan kami.
“ Kalian tau kalau bulan
depan Korea Record akan mengadakan konser tunggalnya di Indonesia. Dan mereka
membuka tiga kursi bagi penyanyi Indonesia untuk mengisi acara bergengsi itu. “
Pak Nizar tersenyum simpul tanpa menghilangkan aksen arogannya.
“ Itu artinya kita bisa jadi salah
satunya. ” terka Oca membuncah. Aku dan Dea pun juga bisa merasakan harum
kesuksesan.
“ Kalian harus berhasil menduduki chart
teratas selama 3 bulan berturut-turut. “
Kali ini perkataan dirut muda ini
berhasil membuat senyumku turun. Mustahil pikirku untuk girl band pemula
seperti kami.
“ Kita buat nuansa baru di lagu
kalian. Formasi baru, gaya baru dan tampilan yang baru. “ Dia meneruskan penjelasnnya
seraya memasukkan tangannya di kantung bajunya.
“ Maksudnya? “ dea angkat bicara.
“ Besok kalian juga akan mengerti. Ok sampai
ketemu besok di studio. “ katanya sambil berlalu. Sungguh direktur yang
misterius.
***
Hari ini PURE mulai mengerjakan nuansa baru yang dibicarakan
oleh Pak Nizar. Pak Nizar dan beberapa orang di sekitarnya terlihat tengah
membicarakan konsep baru PURE, sedang aku, Dea, dan Oca - personil PURE - duduk di sofa panjang
sambil menunggu perintah dari Pak Nizar.
“ Lihat De. Kemarin aku baru beli
krim pemutih yang biasa digunain sama personilnya girl generation
hihihihi bentar lagi kulit gue bakal putih seputih girl
generation hihihihihi ...” Oca memamerkan kosmetik barunya, sambil mengolesi
kulit sawo matangnya.
“ Hati - hati lho penipuan .... “
candaku
“ huh, sirik aja loe. Jadi artis tu
harus cantik. Biar jadi yang utama iya kan De ? “ liriknya ke Dea
“ Mending loe tu juga pakek ini.
Biar cantik dikit. “ saran Oca padaku.
“ Makasih, tapi yang penting tu
inner beauty tau’. “ tampikku.
Dia tak menghiraukanku, dia terus
memolesi tangannya, sedang Dea dari tadi sibuk mengotak-atik toshiba ungunya.
“ Cie.. getol amet, liat apa
sih? “ aku duduk disamping Dea.
“ Video ini aneh Ri. “ kata Dea
sambil menggaruk lehernya.
“ Aneh.. maksudnya? “ aku mendekati
Dea.
“ Iya... aneh ... lihat nih,
pertama seharusnya ini tu album perdana milik Sandira Melik, tapi kenapa
cuma ada satu lagu yang dinyanyiin sama Sandira
Melik. Seharusnya kan semua isi album ini dinyanyiin sama Sandira Melik. Kedua,
dari ke-12 lagu ini Cuma lagu Sandira Melik yang rusak. Lainnya nggak, bahkan nggak
macet sedikitpun. Ketiga .... “ Dea menghentikan ceritanya sambil menatapku.
Bulu kudukku meremang.
“ Ketiga ? “ aku memainkan bibirku.
“ Ketiga.... nggak ada satu
label pun yang nerbitin album ini. “ suaranya melirih. Aku tercekang.
“ Hahahahahahaha ..... nggak
ada hahahaha... “ gelagakku sambil bangkit dari duduk .
“ Ya jelaslah nggak ada.
Mungkin aja lebel yang nerbitin Sandira Melik udah
bangkrut. Inikan album dari zaman purba neng. Heh... lucu banget sih loe
de ... udah deh anggep aja ini berkah buat girl band kita” aku mencoba
tak terpengaruh.
“ Aku serius Ri. Nggak
mungkin suatu lebel ilang gitu aja tanpa jejak. “ mata Dea semakin
tajam. Pembicaraan kami semakin serius.
“ Aku udah ngeceknya Ri, tapi tetep aja nggak ada. “ nadanya menguat.
“ Aku udah ngeceknya Ri, tapi tetep aja nggak ada. “ nadanya menguat.
“ Ya... mungkin aja dia otodidak nerbitin
album dia sendiri. “
“ Ampek jadi ratusan copy, trus dia
mixing sendiri, promosiin sendiri dapet izin sendiri? ... negara kita udah
bukan lagi negara terbelakang Ri. Udah ada peraturan tentang penerbitan album
sejak tahun ‘70-an.” suasana diantara kami semakin menegang.
“ Trus maksud lho ... “ aku
meliriknya.
“ Ada yang nggak beres Ri
... “ kata Dea sambil melirik Oca yang masih asyik melumuri tangannya dengan
krimnya.
“ Ayo girls kita mulai
pemotretannya. “ suara Pak Nizar membuyarkan ketegangan kami.
“ Yuhuuuuuuuuu .... dari tadi kek
aku udah garing disini .... xixixixixxi “ Oca berjalan melewati kami sambil
membenahi rambut panjangnya.
Kami berjajar bertiga. Oca berada
di tengah sedang aku dan Dea berada di pinggir.
“ Satu.. dua ...” CKREEK
“ Bagus. Sekali lagi, satu ... dua ... “ CKREEK. Photografer muda itu berhenti memotret.
“ Bagus. Sekali lagi, satu ... dua ... “ CKREEK. Photografer muda itu berhenti memotret.
Dia sedikit berdiskusi dengan Pak
Nizar.
“ Dea kamu ganti di tengah” teriak cowok itu. Dea
bergeser tempat dengan Oca.
Sepintas kutangkap kekecewaan Oca.
Aku ingat perkataan Oca tentang yang cantik pastilah jadi yang utama. Itulah
sebabnya dia melumuri tubuhnya dengan krim pemutih. Senyumnya sempat merekah
sesaat sebelum ia tergeser Dea. Siapa pun yang berada di tengah, berarti dia
lah yang menjadi vokalis utama. Pemotretan berlangsung sampai usai.
Sekarang saatnya pengambilan nada. Dea
menjadi vokalis utama. Di dalam studio tertutup yang hanya Dea dan mix di
depannya. Dea mulai memainkan nada 3 oktafnya. Sesekali Viki salah satu dari 3
orang mixer itu berkomunikasi dengan Dea. Dea terlihat canggung. Kalau merasa
gugup cepat-cepat dia memakan permen penenangnya.
“ AAAAAAAA.............” Dea mulai
mengambil nada 3 oktafnya.
“ Bagus. Lebih kuat lagi. “ Viki
berkomunikasi dengan Dea.
“ AAAAAAAA............” nadanya
semakin kuat.
Aku benar-benar tak bisa membedakan
mana pengambilan nada dan mana teriakan Dea. Semuanya terlihat sama. Dea mulai
melahap permennya lagi. Keringat dingin pun mulai bercucuran di seluruh
tubuhnya. Ada yang tidak beres pikirku. Aku teringat akan perkataan Dea tentang
lagu ini. Aku merinding. Pikiranku berputar. Dea melahap permennya lagi. Dia
semakin aneh.
“ Bisa nggak kita istirahat dulu? Kayaknya
Dea udah capek deh!! “ Aku semakin nggak tega dengan keadaan
Dea. Viki menatapku.
“ Ok. Kalo gitu cukup buat
hari ini. Makasih buat kerjasamanya hari ini. Ok see you tomorrow girls !!”
Satu per satu kami meninggalkan
studio. Sesampainya di hotel. Aku kembali teringat akan keadaan Dea. Ini aneh
pikirku, ini bukan yang pertama buat Dea mengambil nada 3 oktafnya. Tapi kenapa
dia berbeda kali ini, apa yang udah buat dia resah. KRIIIINGGG nokia
usang ini berhasil mengejutkanku. Ada pesan masuk.
Ri, Dea belum balik ke
hotel
Sms dari Oca membuatku semakin
ketakutan. Apa yang udah menahan gadis yang takut kegelapan ini belum
pulang sampai tengah malam begini. Semoga asmanya nggak kambuh lagi. Tanpa
pikir panjang Aku memacu langkahku untuk segera sampai di studio yang letaknya tak begitu jauh dari studio.
Studio sepi. Lorong studio yang
seakan tak berujung tak menampakkan tanda kehidupan. Hentakan kakiku menggema
beradu dengan lampu kuning yang meremang. Sesekali ku dengar tetesan air dari
westfel. Cepat-cepat ku buka pintu studio. Benar saja, Dea masih di dalam ruang
kedap suara. Dia masih mencoba nada 3 oktafnya. Suaranya semakin tak beraturan.
Aku mendekati mix yang digunakan Viki untuk berkomunikasi dengan Dea.
“ De... Dea... pulang yuk De...
latihannya udahan aja. Besok diterusin lagi. De... Dea ...” tidak ada
respon. Dea masih terus berteriak. Bungkus permen berserakan di bawah kaki Dea.
Dea benar-benar menghabiskan persediaan permen jahenya selama sebulan. Perlahan
tubuh Dea berbalik. Jantungku mulai berpacu. Teriakan Dea semakin melemah. Sekarang
Tubuhnya sempurna berbalik ke arahku.
“ Hah ... De ... Dea.... Dea .....” teriakku
sambil menggedor-gedor kaca di depanku. Leher Dea terikat kabel mix. Dari
mulutnya darah segar keluar perlahan. Tangannya
mencoba melepas ikatan kabel yang melilit lehernya. Tapi percuma. Kabel itu
terikat kencang. Kakinya terangkat ke atas. Pertanda kabel itu berhasil membuat
Dea sekarat. Lidahnya menjulur ke depan. Matanya memerah pembuluh darahnya
seperti mau pecah. Ternyata teriakannya bukanlah teriakan untuk nada 3
oktafnya, tapi teriakan minta tolong. Aku mencoba membuka pintu kedap suara itu
tapi sepertinya pintu itu terkunci dari dalam. CRAAAAAAT cairan merah pekat
keluar dari mulutnya, menyembur kaca transparan tepat di depanku.
***
Harian kompas, 10 januari 2011.
Personil PURE ditemukan tewas
mengenaskan di studio Indonesa Record. Diduga karena depresi gadis bernama dea
ini menghabiskan seluruh persediaan obatnya selama sebulan sampai over dosis.
Polisi saat ini terus ....
“ Sekarang tinggal kita berdua “
kata Oca yang duduk di pinggir jendela studio.
“ Nuansa baru ini harus kita selesaiin.
Sekarang, udah jelas siapa yang bakal gantiin posisi Dea “ Oca menerawang
langit yang mulai gelap.
“ Maksud loe ? “ aku menoleh
kearah Oca
“ Gue yang bakal gantiin Dea,
Ri “ mata kami bertemu. Suasana mengeruh.
“ Tega ya loe Ca, tanah
kuburan Dea aja belum kering. Tapi loe masih mikirin ambisi loe
buat jadi vokalis utama di album ini “ mataku semakin menajam.
“ Ini bukan masalah tega ri. Ini masalah
tentang kelanjutan girl band kita “
Oca kembali menatap mega merah “ Dan
Cuma gue yang pantes buat gantiin posisi Dea “ kata Oca sambil berlalu. Oca
semakin terobsesi menjadi vokalis utama. Sedang Otakku masih berputar mengingat
kata – kata terakhir Dea.
“Ada yang nggak beres Ri
...”
“ Video ini aneh Ri... “. Ruangan ini hening sesaat. Hanya dentuman jam
yang menjelma menjadi letupan bom.
“ Hah ... siapa itu ... “ jantungku
berpacu. Aku melihat sekelebat orang berlari melintasi pintu. Aku berlari
keluar. Tak satu orang pun ku temui. Hanya Oca yang berjalan di lorong , semakin
lama biasnya semakin menghilang. SREEK SREEK SREEK. Suara itu datang dari
belakangku. Seperti untaian baju pengantin yang bergesek dengan lantai altar.
Aku menoleh secepat yang ku bisa. Tak ada apa-apa. Aku megembalikan posisi
kepalaku. “ AAAAAAAGH........” aku menutup erat mukaku. Perempuan berwajah
hancur dan berambut panjang tepat berada di hadapanku.
***
Kami meneruskan pemotretan dan Oca
yang menjadi vokalis utama. Tapi ada yang aneh dengan tangan Oca. Tangan Oca
melepuh. Sembulan putih dari tangannya mengeluarkan bau busuk. Baunya merasuk
sampai paru-paru. Semua orang yang berada di sekitar Oca pun menutup erat
hidungnya dengan kain atau tangan.
“ Ca ... loe kenapa ? Ca ...
mending kita ke ru ... “ nadaku cemas sambil memegang pundak Oca.
“ Gue mau jadi yang utama, gue
bakal jadi artis top. “ potongnya sambil tersenyum.
Perlahan dia mulai berpose bag
model. Sesekali dia merintih kesakitan. Semakin sering dia menggerakkan
tangannya, semakin deras darah keluar dari pori tangannya. Setetes demi setetes
darah itu menyembul dari pori tangannya. Hingga sebagian lengan bajunya merah
param oleh darah. Benjolan nanah pun ikut berdenyut. Matanya semakin sayu. Jepretan
kamera semakin cepat menyambar. Seakan tak perduli dengan tetesan darah yang
semakin menutupi lengannya. Semakin cepat kilatan lampu itu menyambar, semakin
cepat pula nanah itu berdenyut dan darah mengalir. Jepretan kamera itu Semakin cepat ... Semakin cepat ... Semakin
cepat dan ..... CRAAAAAAAAT. Seluruh nanah yang ada di tangannya pecah. Oca
jatuh tersungkur. Sekarang nanah – nanah itu sempurna melumuri gaunnya yang
semula berwarna putih tulang menjadi merah darah berbaur kuning nanah. Baunya berhasil
membuat photografer muda di depannya muntah.
***
Harian kompas, 11 januari 2011.
Personil PURE kembali ditemukan tewas
mengenaskan di studio Indonesa Record. Diduga akibat efek samping krim pemutih
palsu syaraf oca permata rusak permanen. Pihak Indonesia Record saat ini ....
Sekarang tinggal aku. Hatiku
semakin tak tenang. Pikiranku semakin berantakan.
“ Jadi, setelah ini aku. “ kataku
lirih.
“ Tidak ... tidak ... aku tidak ingin mati. “ aku duduk terlungkup di ranjang merahku. Aku takut. Apa benar CD itu membawa kutukan. Apa benar CD itu sebenarnya tak pernah ada. Keringat dingin mengucur di dahiku. Percikan tetes hujan perlahan menghantam genting rumah, samar-samar terdengar seperti dentuman bom. Tiba-tiba aku teringat cowok penunggu toko CD yang memberiku CD Sandira Melik. Apa mungkin dia tahu kalau aku memplagiat lagu yang ada di tokonya. Atau mungkin sekarang dia menjadi salah satu penggemar PURE. Masih jelas tergambar di otakku. Saat-saat aku berada dalam toko itu. Ketika jantungku berlomba, Nafasku sesak, dan bulu kudukku meremang. Rak CD yang mulai lapuk digerogoti rayap berdiri condong di sudut toko. CD yang sudah tak beredar di pasaran beradu dengan cahaya kuning toko.
“ Tidak ... tidak ... aku tidak ingin mati. “ aku duduk terlungkup di ranjang merahku. Aku takut. Apa benar CD itu membawa kutukan. Apa benar CD itu sebenarnya tak pernah ada. Keringat dingin mengucur di dahiku. Percikan tetes hujan perlahan menghantam genting rumah, samar-samar terdengar seperti dentuman bom. Tiba-tiba aku teringat cowok penunggu toko CD yang memberiku CD Sandira Melik. Apa mungkin dia tahu kalau aku memplagiat lagu yang ada di tokonya. Atau mungkin sekarang dia menjadi salah satu penggemar PURE. Masih jelas tergambar di otakku. Saat-saat aku berada dalam toko itu. Ketika jantungku berlomba, Nafasku sesak, dan bulu kudukku meremang. Rak CD yang mulai lapuk digerogoti rayap berdiri condong di sudut toko. CD yang sudah tak beredar di pasaran beradu dengan cahaya kuning toko.
“ Sandira Melik?” tak sengaja aku
membaca nama sebuah cover CD.
“ Dia adalah bintang di tahun
’85-an.”
“ Astaghfirullah ....” jantungku
meloncat.
cowok itu tiba-tiba berada di
sampingku, padahal aku tak melihat dia bergeser dari kursinya.
“ Harganya hanya Rp 35.000 ”
katanya sambil membenahi posisi CD.
“ Mahal amet, padahal kan
ini CD lama.” kataku sok tertarik.
“ Ya udah, kalo gitu ambil
aja.” katanya santai.
“ Ha ...?!” aku kaget setengah
mati, mana ada di jaman kayak gini orang ngasih sesuatu Cuma-Cuma. Lagian siapa
juga yang tertarik sama CD yang udah ketinggalan jaman ini.
“ Serius ?” tegasku.
cowok itu menatapku dalam diam.
“ Maaf toko kami sudah mau tutup
jadi silahkan kembali besok.”
Katanya sambil mendorongku keluar.
“ Hei tunggu aku nggak ... hei”
teriakku.
Terlambat, dia sudah menutup
tokonya.
“
hiks .... hiks ... hiks ....” suara tangisan itu membuyarkan lamunanku.
Tangisan kesedihan yang dalam. Nafasku semakin tak beraturan. Mataku beredar. Siapa
menangis tengah malam begini. Kilatan petir menyambar memberi siluet angker di
jendela rumahku. “ Bik ... itu Bik marni ya ...” aku berharap kalau suara itu
suara Bik Marni pembantu rumahku. “ Bik ...... Bik Mar ....“ ternggorokanku
tercekat. Aku ingat, Bik Marni pulang kampung minggu lalu. Sambaran petir
menyatu dengan degub jantungku. Jeritanku melengking panjang. Lampu kamarku
tiba – tiba mati. Aku mengambil senter dan lilin yang aku taruh di laci mejaku.
CKLEK “AAAARGH ......” PRAAK. Aku tertunduk lemas di bawah meja. Ketika lampu
senter kunyalakan tepat di depan ku, perempuan berambut panjang dengan wajah
rusak menatapku bringas. Nafasku tak beraturan. Seluruh tubuhku gemetar. Suara
tangisan itu semakin menjadi-jadi. Berbaur dengan rintikan hujan yang menderu.
Dia memegang leherku perlahan, semakin lama cengkramannya semakin erat. Mulutku
tak bisa berteriak. Aku meronta sebisaku tapi cengkramannya terlalu kuat.
Semakin aku berusaha berteriak semakin erat cengkeramannya. Ketika aku berhasil
berteriak. Seketika hantu itu hilang. Aku sembunyi di bawah meja. Tubuhku
gemetar hebat. Keringat dingin bercucuran deras dari tubuhku. Aku putuskan
untuk segera bangkit dan keluar dari kamar ini. Tapi tiba – tiba tangisan itu
semakin dekat denganku. Aku bisa merasakan tepat di belakang telingaku.
Tangisannya semakin terisak. Suaranya semakin jelas di telingaku. Aku gemetar.
Aku berbalik secepat yang ku bisa. Aku mengarahkan senterku ke segala arah. Dia
menghilang. Apa ini sudah waktuku. Setelah Dea dan Oca.
“ Tidak ... aku tidak ingin mati
... TIDAAAAAK. “ teriakku histeris.
“
Ria. “ seseorang menarik tanganku.
“ Ri .. Rizka...Riz aku takut Riz ”
aku memeluknya rapat – rapat
“ Tenang Ri tenang ... tenang nggak
ada apa – apa di sini “ katanya tenang. Beruntung ada Rizka sepupuku. Aku
didudukannya di sofa dan aku diberinya minum penetral pikiran kacauku.
“ Untung aja gue dateng. Kemarin tante
telpon kalau Bik Marni pulang. Jadi gue kesini deh. Kenapa sih Ri..
kenapa loe ketakutan gini ? “ setetes air menetes dari rambutnya yang
basah kehujanan. Akhirnya aku menceritakan hal yang ku anggap sebagai rahasia
ini.
“ Jadi gitu Riz. Gue takut
kalau ... kalau ... korban berikutnya gue. “ nadaku semakin melemah
“ kita harus nyelesaiin ini. Kita
harus pergi ke toko itu.”
“ tengah malem gini ? “ mataku
memicing.
“ Iya, ini demi keselamatan loe Ri.
Ayo cepetan. “ Rizka menarik tanganku. Karakter pemberaninya selalu
melindungiku sejak kecil. Mobil kami melaju secepat mungkin. Berbelok dan
berhenti karena lampu merah. Suasana kota masih ramai meski sudah jam dua belas
malam. Ramai tapi angker bagiku.
“ itu tokonya Riz “ aku menunjuk
salah satu bangunan yang berjejer di seberang jalan. Kami keluar perlahan. Aku
sudah berada di dalam toko itu lagi. Keadaannya masih saja tak berubah. Paling
tidak sekarang aku tahu kalau nama penjaga kasir itu Adi, aku menemukan ID
card-nya yang tertinggal di meja kasir.
“ Sedang apa kalian di sini? “ Suara
itu muncul begitu saja dari belakang kami, sepontan kami kaget.
“ Adi... Adi kan nama loe. Di
sebenernya CD apa yang udah loe beri ke Gue? ” mataku
menerawangnya “Siapa sebenernya Sandira Melik itu Di? “ dengan gusar rizka mengguncang
bahunya. Keadaan sunyi sesaat. Hanya suara hujan yang beradu dengan aspal. “
hiks ... hiks ... hiks ...”
Hantu itu tiba-tiba muncul di
jendela toko sambil tersenyum sringai. Spontan kami berlari sembunyi di bawah
rak CD. Tanganku masih gemetar saat aku mencoba bertanya lagi pada Adi. Rizka
berdiri membanting CD “ Sialan loe, sebenarnya siapa Sandira Melik itu ?
“ dengan gusar Rizka mencegkram kerah baju Adi. Aku bisa merasakan keresahan
yang sama yang dirasakan Rizka. Keadaan kembali hening.
“ Dia, dibunuh. Dia, diracuni dan
disiram air keras “ katanya terbata. Mataku terbelalak.
“ Wajah kakakku disayat dengan
silet berkarat. Matanya hampir keluar karena dipukuli. Setelah mereka
menganiyaya kakaku, mereka menyiram kakakku dengan air keras. Mereka sengaja
melakukan itu untuk menutupi kejahatan mereka. Yang mereka inginkan hanya lagu
dan koreografi ciptaan kakakku.” Dia berjalan semboyongan mendekati rak CD
dekat pintu.
“ Tapi sekarang mereka sudah mati...
mati di neraka hahahahahahaha “ katanya lirih diakhiri dengan tawanya yang
menggelegar
“ Kakak? Jadi dia kakak loe?
“ kata Rizka terbata. Nafasku tercekat, aku teringat Dea dan Oca
“ Tapi kalian jangan kawatir,
karena sekarang tak ada satu orang pun yang bisa menyakiti kakakku dia aman di
sini hahahahahahaaha “ dia tertawa terkikik sambil memeluk CD Sandira Melik.
“ di sini ? jangan-jangan ....”
Rizka menoleh ke arahku. Mata kami bertemu. Aku dan Rizka membuka satu per satu
deretan pintu kamar di toko itu. Masih tak ada jawaban. Sampai aku membuka
pintu ke-tiga ku.
“ Hah ....” aku sungguh tidak
percaya.
Kilatan cahaya petir memantul dari
jasad yang terbujur kaku. Kulitnya melepuh. Wajahnya bergaris borok yang
kering. Aku mematung ketakutan di dekat pintu. Ternyata selama ini Sandira
Melik dipaksa tidak busuk oleh adik kandungnya sendiri. Rizka menelpon polisi. Akhirnya, Adi dimasukkan ke Rumah
Sakit Jiwa dan jasad Sandira Melik di kebumikan.
Toko CD di seberang jalan pun di
tutup. Adi ditemukan gantung diri di kamar mandi. Sekarang setiap senja datang,
kerap orang sekitar melihat Adi dan Sandira Melik menampakkan diri pada orang
yang lewat toko atau orang yang menyanyikan lagu Sandira Melik.
***
“ Ri kapan nyampeknya? Acara udah
mau dimulai 10 menit lagi. “ suara Rizka resah.
Setelah PURE bubar. Aku
kembali mengadu nasibku di Indonesia Record. Dan berhasil menjadi pengisi di
konser Korea Record. Cita-cita PURE yang tertunda.
“ Iya, bentar lagi nyampek kok.
Sabar. “ kataku pelan sambil menutup ponselku.
Aku menaikan kecepatanku. Mobilku
melaju semakin cepat. Dan lebih cepat karena jalanan semakin lekang. Dari
kejauhan seorang wanita menyebrang jalan. Tapi dia cukup jauh dariku, jadi aku
tak perlu menurunkan kecepatan, pikirku. Tapi semakin dekat aku dengannya, dia
semakin tak beranjak dari tengah jalan. Secepat mungkin aku menginjak remku
yang tiba-tiba tak berfungsi. Aku mulai panik. Sekarang aku bisa melihat dengan
jelas wajahnya. Mustahil. Sandira Melik. Aku membanting setirku kekanan
menghindarinya. Mobilku menerobos pembatas jalan. Mobilku dilindas truk
tronton. Mobilku hancur berkeping-keping. Aku bisa merasakan. Tangan dan kakiku
sudah tak menyatu dengan tubuhku. Sedang kepalaku ... sepertinya aku kehilangan
mataku.
Semuanya gelap. Hanya cahaya kecil
terang yang kemudian menyerawang tak terbatas. Aku melihat Dea dan Oca melambai
padaku. Aku tersenyum dan berjalan kearah mereka. Sekarang aku abadi bersama PURE
dan laguku. Lagu Sandira Melik.
Harian kompas, 13 maret 2011.
Rizka Purnama
ditemukan tewas mengenaskan terjatuh dari lantai 15 di apartemennya. Diduga
Rizka tega terjun dari jendela kamarnya karena depresi. Jasad Rizka di
kebumikan ......












1 komentar:
sedikit menggelitik tapi untuk memulai suatu impian sangat memberi dorongan.
Posting Komentar