Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

KUTUKAN SANDIRA MELIK

 

Akhirnya impianku, Dea dan Oca menjadi kenyataan. Perlahan tapi pasti semuanya kami lalui. Dari pemotretan, pembuatan video klip, menjadi bintang iklan sampai konferensi pers dan jumpa fans. Impianku mendengar jeritan fanster heroik menjadi kenyataan. Dan video kami laris di you tube.
PURE menjadi anak emas bagi Indonesia Record.
“ Selamat CD kalian telah menjadi CD terlaris saat ini. “ kata Pak Nizar Dirut Indonesia Record.
tepukan tangan menggema di ruang latihan kami.
“ Kalian tau kalau bulan depan Korea Record akan mengadakan konser tunggalnya di Indonesia. Dan mereka membuka tiga kursi bagi penyanyi Indonesia untuk mengisi acara bergengsi itu. “ Pak Nizar tersenyum simpul tanpa menghilangkan aksen arogannya.
“ Itu artinya kita bisa jadi salah satunya. ” terka Oca membuncah. Aku dan Dea pun juga bisa merasakan harum kesuksesan.

“ Tapi jangan senang dulu. Tidak semudah itu untuk menjadi salah satunya. “ Pak Nizar melirik Dea.
 “ Kalian harus berhasil menduduki chart teratas selama 3 bulan berturut-turut. “
Kali ini perkataan dirut muda ini berhasil membuat senyumku turun. Mustahil pikirku untuk girl band pemula seperti kami.
“ Kita buat nuansa baru di lagu kalian. Formasi baru, gaya baru dan tampilan yang baru. “ Dia meneruskan penjelasnnya seraya memasukkan tangannya di kantung bajunya.
“ Maksudnya? “ dea angkat bicara.
 “ Besok kalian juga akan mengerti. Ok sampai ketemu besok di studio. “ katanya sambil berlalu. Sungguh direktur yang misterius.
                                                                                                                ***
Hari ini PURE  mulai mengerjakan nuansa baru yang dibicarakan oleh Pak Nizar. Pak Nizar dan beberapa orang di sekitarnya terlihat tengah membicarakan konsep baru PURE, sedang aku, Dea, dan Oca  - personil PURE - duduk di sofa panjang sambil menunggu perintah dari Pak Nizar.
“ Lihat De. Kemarin aku baru beli krim pemutih yang biasa digunain sama personilnya girl generation hihihihi bentar lagi kulit gue bakal putih seputih girl generation hihihihihi ...” Oca memamerkan kosmetik barunya, sambil mengolesi kulit sawo matangnya.
“ Hati - hati lho penipuan .... “ candaku
 “ huh, sirik aja loe. Jadi artis tu harus cantik. Biar jadi yang utama iya kan De ? “ liriknya ke Dea
 “ Mending loe tu juga pakek ini. Biar cantik dikit. “ saran Oca padaku.
“ Makasih, tapi yang penting tu inner beauty tau’. “ tampikku.
Dia tak menghiraukanku, dia terus memolesi tangannya, sedang Dea dari tadi sibuk mengotak-atik toshiba ungunya.
“ Cie.. getol amet, liat apa sih? “ aku duduk disamping Dea.
“ Video ini aneh Ri. “ kata Dea sambil menggaruk lehernya.
“ Aneh.. maksudnya? “ aku mendekati Dea.
“ Iya... aneh ... lihat nih, pertama seharusnya ini tu album perdana milik Sandira Melik, tapi kenapa cuma ada satu lagu yang dinyanyiin  sama Sandira Melik. Seharusnya kan semua isi album ini dinyanyiin sama Sandira Melik. Kedua, dari ke-12 lagu ini Cuma lagu Sandira Melik yang rusak. Lainnya nggak, bahkan nggak macet sedikitpun. Ketiga .... “ Dea menghentikan ceritanya sambil menatapku. Bulu kudukku meremang.
“ Ketiga ? “ aku memainkan bibirku.
“ Ketiga.... nggak ada satu label pun yang nerbitin album ini. “ suaranya melirih. Aku tercekang.
“ Hahahahahahaha ..... nggak ada hahahaha... “ gelagakku sambil bangkit dari duduk .
“ Ya jelaslah nggak ada. Mungkin aja lebel yang nerbitin Sandira Melik udah bangkrut. Inikan album dari zaman purba neng. Heh... lucu banget sih loe de ... udah deh anggep aja ini berkah buat girl band kita” aku mencoba tak terpengaruh.
“ Aku serius Ri. Nggak mungkin suatu lebel ilang gitu aja tanpa jejak. “ mata Dea semakin tajam. Pembicaraan kami semakin serius.
                “ Aku udah ngeceknya Ri, tapi tetep aja nggak ada. “ nadanya menguat.
“ Ya... mungkin aja dia otodidak nerbitin album dia sendiri. “
“ Ampek jadi ratusan copy, trus dia mixing sendiri, promosiin sendiri dapet izin sendiri? ... negara kita udah bukan lagi negara terbelakang Ri. Udah ada peraturan tentang penerbitan album sejak tahun ‘70-an.” suasana diantara kami semakin menegang.
“ Trus maksud lho ... “ aku meliriknya.
“ Ada yang nggak beres Ri ... “ kata Dea sambil melirik Oca yang masih asyik melumuri tangannya dengan krimnya.
“ Ayo girls kita mulai pemotretannya. “ suara Pak Nizar membuyarkan ketegangan kami.
“ Yuhuuuuuuuuu .... dari tadi kek aku udah garing disini .... xixixixixxi “ Oca berjalan melewati kami sambil membenahi rambut panjangnya.
Kami berjajar bertiga. Oca berada di tengah sedang aku dan Dea berada di pinggir.
“ Satu.. dua ...”  CKREEK
“ Bagus. Sekali lagi, satu ... dua ... “ CKREEK. Photografer muda itu berhenti memotret.
Dia sedikit berdiskusi dengan Pak Nizar.
 “ Dea kamu ganti di tengah” teriak cowok itu. Dea bergeser tempat dengan Oca.
Sepintas kutangkap kekecewaan Oca. Aku ingat perkataan Oca tentang yang cantik pastilah jadi yang utama. Itulah sebabnya dia melumuri tubuhnya dengan krim pemutih. Senyumnya sempat merekah sesaat sebelum ia tergeser Dea. Siapa pun yang berada di tengah, berarti dia lah yang menjadi vokalis utama. Pemotretan berlangsung sampai usai.
Sekarang saatnya pengambilan nada. Dea menjadi vokalis utama. Di dalam studio tertutup yang hanya Dea dan mix di depannya. Dea mulai memainkan nada 3 oktafnya. Sesekali Viki salah satu dari 3 orang mixer itu berkomunikasi dengan Dea. Dea terlihat canggung. Kalau merasa gugup cepat-cepat dia memakan permen penenangnya.
“ AAAAAAAA.............” Dea mulai mengambil nada 3 oktafnya.
“ Bagus. Lebih kuat lagi. “ Viki berkomunikasi dengan Dea.
“ AAAAAAAA............” nadanya semakin kuat.
Aku benar-benar tak bisa membedakan mana pengambilan nada dan mana teriakan Dea. Semuanya terlihat sama. Dea mulai melahap permennya lagi. Keringat dingin pun mulai bercucuran di seluruh tubuhnya. Ada yang tidak beres pikirku. Aku teringat akan perkataan Dea tentang lagu ini. Aku merinding. Pikiranku berputar. Dea melahap permennya lagi. Dia semakin aneh.
 “ Bisa nggak kita istirahat dulu? Kayaknya Dea udah capek deh!! “ Aku semakin nggak tega dengan keadaan Dea. Viki menatapku.
“ Ok. Kalo gitu cukup buat hari ini. Makasih buat kerjasamanya hari ini. Ok see you tomorrow girls !!”
Satu per satu kami meninggalkan studio. Sesampainya di hotel. Aku kembali teringat akan keadaan Dea. Ini aneh pikirku, ini bukan yang pertama buat Dea mengambil nada 3 oktafnya. Tapi kenapa dia berbeda kali ini, apa yang udah buat dia resah. KRIIIINGGG nokia usang ini berhasil mengejutkanku. Ada pesan masuk.
Ri, Dea belum balik ke hotel
Sms dari Oca membuatku semakin ketakutan. Apa yang udah menahan gadis yang takut kegelapan ini belum pulang sampai tengah malam begini. Semoga asmanya nggak kambuh lagi. Tanpa pikir panjang Aku memacu langkahku untuk segera sampai di studio yang letaknya  tak begitu jauh dari studio.
Studio sepi. Lorong studio yang seakan tak berujung tak menampakkan tanda kehidupan. Hentakan kakiku menggema beradu dengan lampu kuning yang meremang. Sesekali ku dengar tetesan air dari westfel. Cepat-cepat ku buka pintu studio. Benar saja, Dea masih di dalam ruang kedap suara. Dia masih mencoba nada 3 oktafnya. Suaranya semakin tak beraturan. Aku mendekati mix yang digunakan Viki untuk berkomunikasi dengan Dea.
“ De... Dea... pulang yuk De... latihannya udahan aja. Besok diterusin lagi. De... Dea ...” tidak ada respon. Dea masih terus berteriak. Bungkus permen berserakan di bawah kaki Dea. Dea benar-benar menghabiskan persediaan permen jahenya selama sebulan. Perlahan tubuh Dea berbalik. Jantungku mulai berpacu. Teriakan Dea semakin melemah. Sekarang Tubuhnya sempurna berbalik ke arahku.
 “ Hah ... De ... Dea.... Dea .....” teriakku sambil menggedor-gedor kaca di depanku. Leher Dea terikat kabel mix. Dari mulutnya  darah segar keluar perlahan. Tangannya mencoba melepas ikatan kabel yang melilit lehernya. Tapi percuma. Kabel itu terikat kencang. Kakinya terangkat ke atas. Pertanda kabel itu berhasil membuat Dea sekarat. Lidahnya menjulur ke depan. Matanya memerah pembuluh darahnya seperti mau pecah. Ternyata teriakannya bukanlah teriakan untuk nada 3 oktafnya, tapi teriakan minta tolong. Aku mencoba membuka pintu kedap suara itu tapi sepertinya pintu itu terkunci dari dalam. CRAAAAAAT cairan merah pekat keluar dari mulutnya, menyembur kaca transparan tepat di depanku.
                                                                                                                ***
Harian kompas, 10 januari 2011.
Personil PURE ditemukan tewas mengenaskan di studio Indonesa Record. Diduga karena depresi gadis bernama dea ini menghabiskan seluruh persediaan obatnya selama sebulan sampai over dosis. Polisi saat ini terus ....

“ Sekarang tinggal kita berdua “ kata Oca yang duduk di pinggir jendela studio.
“ Nuansa baru ini harus kita selesaiin. Sekarang, udah jelas siapa yang bakal gantiin posisi Dea “ Oca menerawang langit yang mulai gelap.
“ Maksud loe ? “ aku menoleh kearah Oca
“ Gue yang bakal gantiin Dea, Ri “ mata kami bertemu. Suasana mengeruh.
“ Tega ya loe Ca, tanah kuburan Dea aja belum kering. Tapi loe masih mikirin ambisi loe buat jadi vokalis utama di album ini “ mataku semakin menajam.
 “ Ini bukan masalah tega ri. Ini masalah tentang kelanjutan girl band kita “
Oca kembali menatap mega merah “ Dan Cuma gue yang pantes buat gantiin  posisi Dea “ kata Oca sambil berlalu. Oca semakin terobsesi menjadi vokalis utama. Sedang Otakku masih berputar mengingat kata – kata terakhir Dea.
“Ada yang nggak beres Ri ...”
“ Video ini aneh Ri... “. Ruangan ini hening sesaat. Hanya dentuman jam yang menjelma menjadi letupan bom.
“ Hah ... siapa itu ... “ jantungku berpacu. Aku melihat sekelebat orang berlari melintasi pintu. Aku berlari keluar. Tak satu orang pun ku temui. Hanya Oca yang berjalan di lorong , semakin lama biasnya semakin menghilang. SREEK SREEK SREEK. Suara itu datang dari belakangku. Seperti untaian baju pengantin yang bergesek dengan lantai altar. Aku menoleh secepat yang ku bisa. Tak ada apa-apa. Aku megembalikan posisi kepalaku. “ AAAAAAAGH........” aku menutup erat mukaku. Perempuan berwajah hancur dan berambut panjang tepat berada di hadapanku.
                                                                                                                ***
Kami meneruskan pemotretan dan Oca yang menjadi vokalis utama. Tapi ada yang aneh dengan tangan Oca. Tangan Oca melepuh. Sembulan putih dari tangannya mengeluarkan bau busuk. Baunya merasuk sampai paru-paru. Semua orang yang berada di sekitar Oca pun menutup erat hidungnya dengan kain atau tangan.
“ Ca ... loe kenapa ? Ca ... mending kita ke ru ... “ nadaku cemas sambil memegang pundak Oca.
 “ Gue mau jadi yang utama, gue bakal jadi artis top. “ potongnya sambil tersenyum.
Perlahan dia mulai berpose bag model. Sesekali dia merintih kesakitan. Semakin sering dia menggerakkan tangannya, semakin deras darah keluar dari pori tangannya. Setetes demi setetes darah itu menyembul dari pori tangannya. Hingga sebagian lengan bajunya merah param oleh darah. Benjolan nanah pun ikut berdenyut. Matanya semakin sayu. Jepretan kamera semakin cepat menyambar. Seakan tak perduli dengan tetesan darah yang semakin menutupi lengannya. Semakin cepat kilatan lampu itu menyambar, semakin cepat pula nanah itu berdenyut dan darah mengalir. Jepretan kamera itu  Semakin cepat ... Semakin cepat ... Semakin cepat dan ..... CRAAAAAAAAT. Seluruh nanah yang ada di tangannya pecah. Oca jatuh tersungkur. Sekarang nanah – nanah itu sempurna melumuri gaunnya yang semula berwarna putih tulang menjadi merah darah berbaur kuning nanah. Baunya berhasil membuat photografer muda di depannya muntah.
                                                                                                                ***
Harian kompas, 11 januari 2011.
Personil PURE kembali ditemukan tewas mengenaskan di studio Indonesa Record. Diduga akibat efek samping krim pemutih palsu syaraf oca permata rusak permanen. Pihak Indonesia Record saat ini ....

Sekarang tinggal aku. Hatiku semakin tak tenang. Pikiranku semakin berantakan.
“ Jadi, setelah ini aku. “ kataku lirih.
                “ Tidak ... tidak ... aku tidak ingin mati. “ aku duduk terlungkup di ranjang merahku. Aku takut. Apa benar CD itu membawa kutukan. Apa benar CD itu sebenarnya tak pernah ada. Keringat dingin mengucur di dahiku. Percikan tetes hujan perlahan menghantam genting rumah, samar-samar terdengar seperti dentuman bom. Tiba-tiba aku teringat cowok penunggu toko CD yang memberiku CD Sandira Melik. Apa mungkin dia tahu kalau aku memplagiat lagu yang ada di tokonya. Atau mungkin sekarang dia menjadi salah satu penggemar PURE. Masih jelas tergambar di otakku. Saat-saat aku berada dalam toko itu. Ketika jantungku berlomba, Nafasku sesak, dan bulu kudukku meremang. Rak CD yang mulai lapuk digerogoti rayap berdiri condong di sudut toko. CD yang sudah tak beredar di pasaran beradu dengan cahaya kuning toko.
“ Sandira Melik?” tak sengaja aku membaca nama sebuah cover CD.
“ Dia adalah bintang di tahun ’85-an.”
“ Astaghfirullah ....” jantungku meloncat.
cowok itu tiba-tiba berada di sampingku, padahal aku tak melihat dia bergeser dari kursinya.
“ Harganya hanya Rp 35.000 ” katanya sambil membenahi posisi CD.
“ Mahal amet, padahal kan ini CD lama.” kataku sok tertarik.
“ Ya udah, kalo gitu ambil aja.” katanya santai.
“ Ha ...?!” aku kaget setengah mati, mana ada di jaman kayak gini orang ngasih sesuatu Cuma-Cuma. Lagian siapa juga yang tertarik sama CD yang udah ketinggalan jaman ini.
“ Serius ?” tegasku.
cowok itu menatapku dalam diam.
“ Maaf toko kami sudah mau tutup jadi silahkan kembali besok.”
Katanya sambil mendorongku keluar.
“ Hei tunggu aku nggak ... hei” teriakku.
Terlambat, dia sudah menutup tokonya.
                “ hiks .... hiks ... hiks ....” suara tangisan itu membuyarkan lamunanku. Tangisan kesedihan yang dalam. Nafasku semakin tak beraturan. Mataku beredar. Siapa menangis tengah malam begini. Kilatan petir menyambar memberi siluet angker di jendela rumahku. “ Bik ... itu Bik marni ya ...” aku berharap kalau suara itu suara Bik Marni pembantu rumahku. “ Bik ...... Bik Mar ....“ ternggorokanku tercekat. Aku ingat, Bik Marni pulang kampung minggu lalu. Sambaran petir menyatu dengan degub jantungku. Jeritanku melengking panjang. Lampu kamarku tiba – tiba mati. Aku mengambil senter dan lilin yang aku taruh di laci mejaku. CKLEK “AAAARGH ......” PRAAK. Aku tertunduk lemas di bawah meja. Ketika lampu senter kunyalakan tepat di depan ku, perempuan berambut panjang dengan wajah rusak menatapku bringas. Nafasku tak beraturan. Seluruh tubuhku gemetar. Suara tangisan itu semakin menjadi-jadi. Berbaur dengan rintikan hujan yang menderu. Dia memegang leherku perlahan, semakin lama cengkramannya semakin erat. Mulutku tak bisa berteriak. Aku meronta sebisaku tapi cengkramannya terlalu kuat. Semakin aku berusaha berteriak semakin erat cengkeramannya. Ketika aku berhasil berteriak. Seketika hantu itu hilang. Aku sembunyi di bawah meja. Tubuhku gemetar hebat. Keringat dingin bercucuran deras dari tubuhku. Aku putuskan untuk segera bangkit dan keluar dari kamar ini. Tapi tiba – tiba tangisan itu semakin dekat denganku. Aku bisa merasakan tepat di belakang telingaku. Tangisannya semakin terisak. Suaranya semakin jelas di telingaku. Aku gemetar. Aku berbalik secepat yang ku bisa. Aku mengarahkan senterku ke segala arah. Dia menghilang. Apa ini sudah waktuku. Setelah Dea dan Oca.
“ Tidak ... aku tidak ingin mati ... TIDAAAAAK. “ teriakku histeris.
                “ Ria. “ seseorang menarik tanganku.
“ Ri .. Rizka...Riz aku takut Riz ” aku memeluknya rapat – rapat
“ Tenang Ri tenang ... tenang nggak ada apa – apa di sini “ katanya tenang. Beruntung ada Rizka sepupuku. Aku didudukannya di sofa dan aku diberinya minum penetral pikiran kacauku.
 “ Untung aja gue dateng. Kemarin tante telpon kalau Bik Marni pulang. Jadi gue kesini deh. Kenapa sih Ri.. kenapa loe ketakutan gini ? “ setetes air menetes dari rambutnya yang basah kehujanan. Akhirnya aku menceritakan hal yang ku anggap sebagai rahasia ini.
“ Jadi gitu Riz. Gue takut kalau ... kalau ... korban berikutnya gue. “ nadaku semakin melemah
“ kita harus nyelesaiin ini. Kita harus pergi ke toko itu.”
“ tengah malem gini ? “ mataku memicing.
“ Iya, ini demi keselamatan loe Ri. Ayo cepetan. “ Rizka menarik tanganku. Karakter pemberaninya selalu melindungiku sejak kecil. Mobil kami melaju secepat mungkin. Berbelok dan berhenti karena lampu merah. Suasana kota masih ramai meski sudah jam dua belas malam. Ramai tapi angker bagiku.
“ itu tokonya Riz “ aku menunjuk salah satu bangunan yang berjejer di seberang jalan. Kami keluar perlahan. Aku sudah berada di dalam toko itu lagi. Keadaannya masih saja tak berubah. Paling tidak sekarang aku tahu kalau nama penjaga kasir itu Adi, aku menemukan ID card-nya yang tertinggal di meja kasir.
“ Sedang apa kalian di sini? “ Suara itu muncul begitu saja dari belakang kami, sepontan kami kaget.
“ Adi... Adi kan nama loe. Di sebenernya CD apa yang udah loe beri ke Gue? ” mataku menerawangnya “Siapa sebenernya Sandira Melik itu Di? “ dengan gusar rizka mengguncang bahunya. Keadaan sunyi sesaat. Hanya suara hujan yang beradu dengan aspal. “ hiks ... hiks ... hiks ...”
Hantu itu tiba-tiba muncul di jendela toko sambil tersenyum sringai. Spontan kami berlari sembunyi di bawah rak CD. Tanganku masih gemetar saat aku mencoba bertanya lagi pada Adi. Rizka berdiri membanting CD “ Sialan loe, sebenarnya siapa Sandira Melik itu ? “ dengan gusar Rizka mencegkram kerah baju Adi. Aku bisa merasakan keresahan yang sama yang dirasakan Rizka. Keadaan kembali hening.
“ Dia, dibunuh. Dia, diracuni dan disiram air keras “ katanya terbata. Mataku terbelalak.
“ Wajah kakakku disayat dengan silet berkarat. Matanya hampir keluar karena dipukuli. Setelah mereka menganiyaya kakaku, mereka menyiram kakakku dengan air keras. Mereka sengaja melakukan itu untuk menutupi kejahatan mereka. Yang mereka inginkan hanya lagu dan koreografi ciptaan kakakku.” Dia berjalan semboyongan mendekati rak CD dekat pintu.
“ Tapi sekarang mereka sudah mati... mati di neraka hahahahahahaha “ katanya lirih diakhiri dengan tawanya yang menggelegar
“ Kakak? Jadi dia kakak loe? “ kata Rizka terbata. Nafasku tercekat, aku teringat Dea dan Oca
“ Tapi kalian jangan kawatir, karena sekarang tak ada satu orang pun yang bisa menyakiti kakakku dia aman di sini hahahahahahaaha “ dia tertawa terkikik sambil memeluk CD Sandira Melik.
“ di sini ? jangan-jangan ....” Rizka menoleh ke arahku. Mata kami bertemu. Aku dan Rizka membuka satu per satu deretan pintu kamar di toko itu. Masih tak ada jawaban. Sampai aku membuka pintu ke-tiga ku.
“ Hah ....” aku sungguh tidak percaya.
Kilatan cahaya petir memantul dari jasad yang terbujur kaku. Kulitnya melepuh. Wajahnya bergaris borok yang kering. Aku mematung ketakutan di dekat pintu. Ternyata selama ini Sandira Melik dipaksa tidak busuk oleh adik kandungnya sendiri. Rizka menelpon  polisi. Akhirnya, Adi dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa dan jasad Sandira Melik di kebumikan.
Toko CD di seberang jalan pun di tutup. Adi ditemukan gantung diri di kamar mandi. Sekarang setiap senja datang, kerap orang sekitar melihat Adi dan Sandira Melik menampakkan diri pada orang yang lewat toko atau orang yang menyanyikan lagu Sandira Melik.
                                                                                                                ***
“ Ri kapan nyampeknya? Acara udah mau dimulai 10 menit lagi. “ suara Rizka resah.
Setelah PURE bubar. Aku kembali mengadu nasibku di Indonesia Record. Dan berhasil menjadi pengisi di konser Korea Record. Cita-cita PURE yang tertunda.
“ Iya, bentar lagi nyampek kok. Sabar. “ kataku pelan sambil menutup ponselku.
Aku menaikan kecepatanku. Mobilku melaju semakin cepat. Dan lebih cepat karena jalanan semakin lekang. Dari kejauhan seorang wanita menyebrang jalan. Tapi dia cukup jauh dariku, jadi aku tak perlu menurunkan kecepatan, pikirku. Tapi semakin dekat aku dengannya, dia semakin tak beranjak dari tengah jalan. Secepat mungkin aku menginjak remku yang tiba-tiba tak berfungsi. Aku mulai panik. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas wajahnya. Mustahil. Sandira Melik. Aku membanting setirku kekanan menghindarinya. Mobilku menerobos pembatas jalan. Mobilku dilindas truk tronton. Mobilku hancur berkeping-keping. Aku bisa merasakan. Tangan dan kakiku sudah tak menyatu dengan tubuhku. Sedang kepalaku ... sepertinya aku kehilangan mataku.
Semuanya gelap. Hanya cahaya kecil terang yang kemudian menyerawang tak terbatas. Aku melihat Dea dan Oca melambai padaku. Aku tersenyum dan berjalan kearah mereka. Sekarang aku abadi bersama PURE dan laguku. Lagu Sandira Melik.

Harian kompas, 13 maret 2011.
Rizka  Purnama ditemukan tewas mengenaskan terjatuh dari lantai 15 di apartemennya. Diduga Rizka tega terjun dari jendela kamarnya karena depresi. Jasad Rizka di kebumikan ......


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

TimMoslemKidsClub mengatakan...

sedikit menggelitik tapi untuk memulai suatu impian sangat memberi dorongan.

Posting Komentar